Belajar Jujur Dari Muhammad SAW

0leh: Zuhri S.Sos.I, M.Pd.I



“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur .” (At-Taubah: 119).

Muqaddimah
            Bangsa Arab sebelum datangnya Islam adalah bangsa yang buta akan nilai-nilai, buta akan integritas, buta akan budi pekerti dan buta akan norma-norma agama. Meskipun banyak di antara mereka yang mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim as.
             Tetapi dalam kenyataan sehari-hari, mereka sama sekali tidak mengamalkan ajaran-ajarannya. Intinya, masyarakat Arab sebelum Islam, adalah masyarakat yang peradabannya rendah atau masyarakat jahiliyah.
            Kemudian Allah mengutus Muhammad SAW. untuk meluruskan dan memberikan bimbingan moral kepada mereka atau memberikan pencerahan ruhiyah. Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan budi pekerti yang baik." (HR. Ahmad).
             Muhammad SAW, memang memiliki sikap mental dan budi pekerti yang luhur. Keluhuran akhlak beliau  tercermin dalam seluruh aspek kehidupannya. Kecintaan terhadap masyarakat yang dipimpinnya menunjukkan kasih sayang  yang tulus tanpa pandang bulu.
            Ketika beliau mendapatkan cemoohan, hinaan, tantangan, ancaman dan pemboikotan dari kaum kafir Quraisy, beliau tidak pernah marah apalagi membenci mereka. Bahkan beliau mendo'akan mereka agar diampuni oleh Allah SWT. Untuk itu Allah memuji beliau lewat firman-Nya, "Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam: 4).

Kejujuran Muhammad SAW.
            Nabi Muhammad SAW. sejak kecil sudah mempunyai perangai yang baik. Meskipun Watsaniyah atau kebiasaan menyembah berhala sudah hampir merata di seluruh jazirah Arab pada saat itu, tetapi belum pernah sama sekali menyembah berhala, dan tidak pernah makan daging binatang yang sengaja disembelih untuk korban bagi berhala-berhala tersebut.
             Beliau sangat membenci berhala-berhala itu, dan selalu berusaha untuk menjauhkan diri dari segala macam bentuk upacara pemujaan terhadap berhala-berhala tadi. Begitu juga tak satupun diatara keluarga beliau yang menyembah berhala.
            Sejak kecil di saat hidup di tengah-tengah Bani Sa'ad, Nabi Muhammad sudah terkenal sebagai orang yang jujur. Kawan-kawan sebayanya dan mereka yang lebih dewasa sangat menyayanginya. Prilaku yang seperti ini terus dipertahankannya hingga beliau menginjak masa remaja dan dewasa, bahkan sampai ketika beliau sudah menjadi Pemimpin Umat Manusia yang sangat agung.
            Pada waktu itu, tak ada sedikitpun perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela. Berbeda sekali dengan tingkah laku pemuda-pemuda dan kebanyakan penduduk kota Mekkah, terutama di kalangan para bangsawan, yang gemar berpoya-poya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka sejak remaja beliau telah diberi gelar "Al-Amien" atau orang yang dapat dipercaya.
            Glyn Leonard, dalam bukunya Islam Hermoral and Spritual Valve (1972: 20-21) mengatakan, "Mohammed one of  the greates man that humanity has ever produced. Great not simply as a prophet, but he was true to himself, his people and above all to his God" ( Muhammad adalah salah satu manusia agung yang dilahirkan untuk kemanusiaan. Dia agung bukan karena nabi, akan tetapi dia telah jujur pada dirinya sendiri, jujur pada manusia dan terlebih, pada Tuhan-Nya (Allah).
            Michael H Hart, seorang sejarawan Amerika, setelah melalui riset yang mendalam kemudian tanpa ragu sedikitpun menempatkan Muhammad nomor satu di atas tokoh lainnya di dunia.
            Glyn Leonard dan Michael H Hart, sepakat bahwa keagungan Rasulullah SAW. karena pengaruh akhlaknya yang luar biasa. Jujur pada dirinya sendiri, jujur pada manusia dan terlebih, Muhammad jujur pada tuhan-Nya.
            Kita sadar, bahwa manusia hanya mungkin mampu memanusiakan dirinya sendiri, ketika ia mampu berbuat jujur pada nuraninya atau hati kecilnya. Lantas apakah masih pantas kita menampakkan wajah kemanusiaan kita di hadapan Allah, jika sedikitpun tidak merasa berdosa ketika menghianati atau berbuat tidak jujur pada diri sendiri, ataukah memang seperti yang diprediksikan Allah SWT, bahwa kelak banyak manusia penghuni neraka yang lebih hina dari binatang ternak? Yaitu mereka yang telah menutup mata, telinga dan nuraninya dari kejujuran (QS. Al-A'raf: 179).
             
Buah Kejujuran
            Seorang muslim yang jujur, akan mencintai kejujuran lahir dan bathin. Baik dalam perkatan maupun  perbuatannya. Sebab ia yakin bahwa kejujuran akan membimbingnya ke arah kebajikan, dan kebajikan akan membimbingnya ke arah sorga. Sedangkan bohong adalah sebaliknya. Rasulullah SAW bersabda: "Hendaklah kamu selalu berbuat jujur. Sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan, dan kebajikan membimbing ke arah sorga. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat jujur dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kejujuran sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang. Dan hindarilah perbuatan bohong. Sebab kebohongan membimbing ke arah kejelekan, dan kejelekan membimbing ke arah neraka. Tiada henti-hentinya seseorang berbuat bohong dan bersungguh-sungguh dalam melakukan kebohongan sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pembohong." (HR. Bukhari dan Muslim).
            Menurut Syekh Abu Bakar Al-Jazairy, dalam bukunya Minhaajul Muslim (2002:141-142), minimal ada empat buah atau faedah yang akan diperoleh orang yang selalu jujur. Pertama, kelapangan batin dan ketenangan jiwa. Jiwa dan batin berupakan dua hal yang modnya selalu tergantung kepada tingkah laku lahiriyah kita. Kalau hal-hal yang kita lakukan selalu mendengar kejujuran dhomir (batin), maka insya Allah kita akan mendapatkan ketengan batin dan jiwa, kecuali orang-orang yang sudah tidak mempunyai dhomir. Kedua, keberkahan dalam berusaha dan bertambahnya kebaikan. Tentunya setiap individu ingin harta dan semua yang ia miliki berkah. Dalam artian, biarpun sedikit tapi dapat bermanfaat untuk kemaslahatan orang banyak dan menambah taqorrub kita kepada Allah SWT.
             Termasuk di dalamnya masalah jual beli yang harus selalu berlandaskan kejujuran. Rasulullah SAW. bersabda: "Penjual dan pembeli diperbolehkan khiyar (melanjutkan atau membatalkan jual beli) selagi belum berpisah. Apabila keduanya bertindak jujur dan menjelaskan keadaan dagangan yang sebenarnya, maka jual beli itu mendatangkan keberkatan. Dan apabila salah satunya merahasiakan sesuatu atau berbuat curang, boleh jadi dia mendapatkan keuntungan lebih besar, tetapi jual beli itu tidak mendatangkan keberkatan. Sebab sumpah palsu dapat mempercepat lakunya barang dagangan, tetapi menghilangkan keberkatan jual beli." (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiga, kemenagan yang sama derajatnya dengan para syuhada. Allah akan mengganjar orang-orang yang jujur -baik ketika sendiri maupun bersama- dengan kemenangan yang sungguh prestisius, yaitu sama derajatnya dengan para syuhada. Syubhanallah. Keempat, selamat dari sesuatu yang tak disenangi/dibenci. Alkisah, ada seorang buronan yang yang minta perlindungan kepada seorang sholeh. Kemudian si buronan berkata,"Sembunyikan saya dari orong-orang yang mencariku." Kemudian orang sholeh itu berkata kepadanya,"Tidurlah di sini", sambil menunjuk sebuah kolam. Ketika orang-orang yang mencari si buronan tadi datang dan bertanya kepadanya, maka orang sholeh itu berkata, " Ini dia di dalam qolam." Dan mereka menyangka telah diejek olehnya, maka berlalulah mereka. Si buronan lolos berkat kejujuran seorang yang sholeh.

Khatimah
            Akhir-akhir ini, kejujuran sepertinya sudah akan menjadi barang mahal dan langka yang akan punah. Tapi patut diberi apresiasi, pemerintah kita -baik Lubuklinggau maupun Musi Rawas- telah melakukan semacam suntikan untuk selalu berbuat jujur. Yakni, dengan meletakkan semacam baleho dan himbawan di setiap kantor pemerintahan. Diikuti dengan diterapkannya beberapa kantin kejujuran di beberapa sekolah, dari sejak SD, SMP dan SMA.Tentu ini merupakan langkah maju.
            Mungkin ada baiknya, sesekali kita mengingat dan memahami lagi  makna ihsan yang disabdakan Rasulullah SAW: "Hendaklah engkau beribadah seakan-akan melihat Allah, dan apabila engkau tidak melihatnya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihatmu" (HR. Muslim).
            Tetapi, kalau tetap saja berbuat tidak jujur, masih mau disogok atau menyogok, ah………lantas di manakah Allah?.
* Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhaar (STAIA) Lubuklinggau. Makalah sudah dimuat di Media Musirawas Jum’at Tanggal 19 dan 20 Juni 2009 2009 

Tidak ada komentar:

Speak Your Mind

/>
Copyright © ZUHRI ABDUL HALIM · Designed By Admin