KONSEP PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Zuhri, S.Sos.I, M.Pd.I 
Dosen  Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhaar Lubuklinggau

"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu'ah: 2)


         Syafii Maarif mengatakan bahwa pendidikan Barat saat ini hanya bertahta pada otak manusia, yang kurang menghiraukan keadilan dan nilai-nilai ilahiyah, sehingga hasilnya hanya dinikmati oleh sepertiga penduduk bumi. Sisanya, yang dua pertiga adalah dunia miskin. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pendidikan yang "balance" (seimbang) antara akal dan batin yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, dan dunia akan punya makna apabila orientasi keberhasilan adalah akhirat dalam arti yang tidak sempit. Generasi sekarang sedang menghadapi permasalahan yang kronis, yaitu terjadinya "Split Personality". Kondisi ini adalah suatu keadaan di mana tidak terjadinya integrasi antara otak dan hati. (Agustian, 2001: xiv). Pendidikan model mereka pada satu sisi telah berhasil mengembankan kemampuan intelektual yang sangat luar biasa, namun pada sisi lain, sama sekali tidak menyentuh aspek moral dan tingkah laku. Mereka pintar, tapi hatinya kosong dari nilai-nilai. Mereka kaya, tapi hatinya miskin. Itulah sekelumit masalah yang dialami oleh masyarakat modern.

         Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang termulia. Kemuliaan itu antara lain disebabkan Allah menciptakan manusia dengan bentuk fisik dan psikis yang sempurna. Akal dan ruh (psikis) adalah unsur terpenting sebagai pembeda antara manusia dengan hewan. Sebab itu pulalah Allah memberikan amanah (Al-Islam) kepada manusia. Sebab, manhajul hayah (system hidup) yang terkandung dalam ajaran Islam hanya mampu diemban dan diterapkan oleh makhluk yang berakal. Firman Allah:

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh". (QS. Al-Ahzab: 72)

         Sebaliknya, jika system hidup itu ditinggalkan, manusia secara otomatis hidup tanpa kendali yang alami. Maka secara thobi'i (alami), manusia menurut hawa nafsu hewani. Pada saat itulah derajat insaniyahnya terhapus dan hidup bagaikan hewan, atau lebih buruk dan lebih buruk lagi. Sebab orientasi hidupnya terfokus pada hal-hal yang rendah sebagaimana orientasi hewan, yakni seputar pemuasan nafsu perut dan farj (sexual). Kondisi masyarakat Islam saat ini yang nyaris amburadul dalam segala aspek kehidupan mereka adalah sebagai bukti kongret dari akibat jauhnya mereka dari system hidup tersebut.Itulah yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kemudian Kami kembalikan dia  kepada kondisi yang paling rendah. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At-Tiin : 4-6) Dan juga firman Allah:

"Dan orang-orang kafir (mengingkari ajaran Islam) itu, mereka (hanya bisa) bersenang-senang dan makan seperti halnya hewan makan. Dan neraka tempat tinggal mereka". (QS. Muhammad: 12)


         Sejarah manusia telah membuktikan, bahwa pembentukan watak manusia Islami itu hanya dapat melalui proses tarbiyah (pendidikan). Karena manusia dilahirkan dalam keadaan miskin; miskin harta, informasi, dan miskin ilmu. Sedangkan hawa nafsu selalu mendorongnya untuk bergerak aktif, tanpa melihat objek dan sasaran, dan tanpa peduli mana yang ditempuhnya.

         Di sinilah terlihat dengan jelas fungsi wahyu dan para Rasul Allah dalam menjaga gerak dan langkah hidup manusia agar tetap pada Shirothalmustaqim (jalan lurus). Sebab itu, setiap Rasul Allah  diutus ketika umat manusia sudah tidak lagi berjalan pada jalan yang lurus.

         Wahyu dan ajaran Rasul itu tidak mungkin dipahami dengan baik, sehingga berfungsi sebagai the way of life (jalan hidup) kecuali bila manusia mempelajarinya dengan proses yang memakan waktu yang cukup lama, dengan perlahan-lahan, adanya contoh tauladan yang berfungsi sebagai laboratorium, serta unsure lainnya. Proses inilah yang disebut dengan "tarbiyah Islamiyah" (Pendidikan Islam).

         Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan Islam) adalah upaya untuk menumbuh kembangkan pemikiran manusia, mengatur tingkah laku dan perasaannya agar selaras dan sesuai dengan dasar bagunan agama Islam. Tujuannya adalah pengejawantahan tujuan-tujuan agama Islam itu sendiri dalam kehidupan seseorang, baik yang sifatnya individu maupun jama'ah atau social kemasyarakatan. Atau dengan kata lain, tujuan-tujuan agama Islam itu bisa teraplikasikan dalam semua aspek kehidupan.

         Maka dari itu, "tarbiyah Islamiyah" (Pendidikan Islam) merupakan sebuah proses pekerjaan yang berhubungan dengan penyiapan akal dan pikiran manusia serta perenungannya tentang alam dan kehidupan, dan tentang peran dan hubungannya  dengan dunia ini. Juga tentang berbagai aspek di mana manusia bisa bermanfaat terhadap alam dan dunia ini,  tentang maksud dari kehidupan  yang fana ini di mana manusia hidup di dalamnya, dan tentang tujuan hidup yang harus direalisasikan. (An-Nahlawi, 1979: 26).

         Abdul Munir Mulkhan mengunggkapkan, bahwa manusia perlu pendidikan iman dan tauhid yang bukan sekedar menghafalkan nama-nama Tuhan, malaikat, nabi atau rasul. Inti pendidikan Islam ialah penyadaran diri tentang hidup dan kematian, bagi tumbuhnya kesadaran ketuhanan. Dari kesadaran seperti ini baru bisa dibangun komitmen ritualitas atau ibadah, dibangun suatu hubungan social berdasar harmoni, dan akhlak social yang karimah. Tarbiyah Islamiyah merupakan pembinaan menuju apa yang dapat mewujudkan tujuan-tujuan mulia penciptaan manusia. Sedangkan aqidah merupakan landasan agamanya apabila sudah tertanam kokoh dan kuat ke dalam jiwa-jiwa serta hati-hati mereka. Sementara menanamkan dan menancapkan landasan-landasan (aqidah) ini ke dalam diri manusia merupakan tonggak yang kokoh dan merupakan basis yang pokok, di mana tujuan-tujuan itu di bangun di atasnya.

         Setiap Rasul melakukan hal itu, khususnya Nabi kita Muhammad saw. Tiga belas tahun lamanya, beliau mentarbiyah Shahabat di Makkah, denga menitik beratkan kepada hal-hal yang prinsipil dan fundamental, atau disebut dengan 'Aqidah dan 'ibadah. Hal itu bertujuan, agar iman dan kepribadian para Shahabat itu matang dan memilki kesiapan yang tinggi untuk menerima perintah dan larangan Allah 'azza wajalla. Akhirnya, lahirlah generasi "Khairu ummah" yang ditampilkan kepada manusia untuk menyaipaikan Al-Islam kepada segenap penjuru dunia ini.

         Sebab itu, dapat kita tarik kesimpulan bahwa Islam adalah konsep hidup manusia dan memiliki konsep tarbiyah (pendidikan) tersendiri yang sesuai dengan fitrah manusia. Konsep tarbiyah Islam bukan hanya berfungsi untuk memahami dan menerapkan ajaran-ajaran Islam. Melainkan berfungsi dalam skop yang lebih makro, yakni melahirkan sumber daya manusia Islami (SDMI) yang siap mengemban amanah "kholifatullah" di muka bumi ini, agar terwujud keadilan dalam segala aspek kehidupan manusia. Wallahu A'lam bi al-Showab.
Sudah dimuat di Media Musi Rawas, Jum’at Tanggal 19 Maret 2010 M.

Tidak ada komentar:

Speak Your Mind

/>
Copyright © ZUHRI ABDUL HALIM · Designed By Admin